TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Seksual Transmitted Deseases (STD)/Infeksi Menular Seksual (PMS)
Infeksi
menular seksual adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit,
atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang
yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. ( Sarwono Prawirohardjo)
Infeksi
menular seksual adalah penyakit yang menyerang manusia dan binatang melalui
transmisi hubungan seksual, seks oral dan seks anal. Penyakit menular seksual
juga dapat ditularkan melalui jarum suntik dan juga kelahiran dan menyusui.
Infeksi penyakit menular seksual telah diketahui selama ratusan tahun.
Penyakit
menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu
orang ke orang yang lain melalui kontak seksual.
Penyakit
Menular Seksual (PMS) disebut juga venereal (dari kata venus, yaitu Dewi Cinta
dari Romawi kuno), didefinisikan sebagai salah satu akibat yang ditimbulkan
karena aktivitas seksual yang tidak sehat sehingga menyebabkan munculnya
penyakit menular, bahkan pada beberapa kasus PMS membahayakan.
Penyakit
Menular Seksual (PMS) adalah : Suatu gangguan/ penyakit-penyakit yang
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak atau hubungan seksual.
Pertama sekali penyakit ini sering disebut 'Penyakit Kelamin' atau Veneral
Disease, tetapi sekarang sebutan yang paling tepat adalah Penyakit Hubungan
Seksual/ Seksually Transmitted Disease atau secara umum disebut Penyakit
Menular Seksual (PMS). (dr.Iwan Setiawan)
B.
Tanda
dan Gejala Seksual Transmitted Deseases (STD)/Infeksi Menular Seksual (PMS)
1. Keluar Cairan/keputihan yang tidak
normal dari vagina atau penis. Pada wanita, terjadi peningkatan keputihan.
Warnanya bisa menjadi lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerah mudaan.
Keputihan bisa memiliki bau yang tidak sedap
dan berlendir.
2. Pada pria,
rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing, biasanya
disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan oleh PMS
tapi juga disebabkan oleh infeksi kandung kencing yang tidak
ditularkan melalui hubungan seksual.
3. Luka terbuka
dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka tersebut dapat
terasa sakit atau tidak.
4. Tonjolan
kecil-kecil (papules), atau lecet disekitar alat kelamin.
6. Pada pria,
rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar.
7. Rasa sakit
diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak berhubungan dengan
menstruasi.
8. Bercak darah
setelah hubungan seksual.
9. Anus gatal
atau iritasi.
10. Pembengkakan
kelenjar getah bening di selangkangan.
11. Nyeri di
paha atau perut lebih rendah.
12. Pendarahan
pada vagina .
13. Nyeri atau
pembengkakan testis.
14. Pembengkakan
atau kemerahan dari vagina.
15. Nyeri seks.
17. Buang air
kecil lebih sering dari biasanya.
18. Demam,
lemah, kulit menguning dan rasa nyeri sekujur tubuh.
19. Kehilangan
berat badan, diare dan keringat malam hari.
20. Pada wanita
keluar darah di luar masa menstruasi dll.
C.
Klasifikasi
Seksual Transmitted Deseases (STD)/Infeksi Menular Seksual (PMS)
1)
Klamidia
Chlamidia
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis infeksi
yang disebabkan oleh sejenis bakteri -chlamidia trachomatis- yang hidup dan
berkembang dalam tubuh. Klamidia adalah PMS yang sangat berbahaya dan biasanya
tidak menunjukkan gejala; 75% dari perempuan dan 25% dari pria yang terinfeksi
tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Tipe:
Bakterial
Cara
Penularan: Melalui kontak fisik (seksual) secara langsung tanpa “pelindung”
dan tidak menerapkan pola hubungan seks yang sehat dan aman, serta anal.
Gejala: Sampai 75% kasus pada perempuan dan 25% kasus
pada laki-laki tidak menunjukkan gejala. Pada
pria : terjadi peradangan pada saluran kencing atau epididimis ( saluran kecil
dan panjang sebagai tempat penyimpan sperma ), demam, keluarnya cairan dari
penis, rasa sakit atau rasa berat pada kantong buah pelir. Pada wanita: infeksi saluran kemih dan
cervix, infeksi ovarium dan tuba fallopii, sekresi cairan abnormal, iritasi
(gatal) pada genetalia, rasa panas saat berkemih, sakit perut (bawah) hebat dan
pendarahan diluar menstrusi.
Tes: Melakukan tes urin dan penyekaan
pada vagina (pada wanita) atau ujung penis yang terbuka (bagi pria). Pada
wanita mungkin saja ditemukan pada pemeriksaan pap smear.
Komplikasi: Komplikasi chlamydia
trachomatis yang nyata adalah : infertilitas, radang panggul (penyebaran radang
cervix pada wanita) dan bisa menginfeksi mata pada kasus tertentu.
Pengobatan:
Infeksi dapat diobati dengan antibiotik. Namun pengobatan tersebut tidak
dapat menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum pengobatan dilakukan.
Konsekuensi
yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi: Pada perempuan, jika
tidak diobati, sampai 30% akan mengalami Penyakit Radang Panggul (PRP) yang
pada gilirannya dapat menyebabkan kehamilan ektopik, kemandulan dan nyeri
panggul kronis. Pada laki-laki, jika tidak diobati, klamidia akan
menyebabkan epididymitis, yaitu sebuah peradangan pada testis (tempat di mana
sperma disimpan), yang mungkin dapat menyebabkan kemandulan. Individu
yang terinfeksi akan berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi HIV jika terpapar
virus tersebut.
Konsekuensi
yang mungkin terjadi pada janin dan bayi baru lahir: lahir premature,
pneumonia pada bayi dan infeksi mata pada bayi baru lahir yang dapat terjadi
karena penularan penyakit ini saat proses persalinan.
Pencegahan:
Tidak melakukan hubungan seksual secara vaginal maupun anal dengan orang yang
terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif. Kondom
dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko tertular
penyakit ini. Menerapkan pola hubungan seks yang aman dan sehat. Hal lain yang
tak kalah pentingnya adalah menjalani pemeriksaan rutin setiap 6 bulan
sekali.
2) Gonore
Gonore
adalah salah satu PMS yang sering dialporkan. 40% penderita akan mengalami
Penyakit Radang Panggul (PRP) jika tidak diobati, dan hal tersebut dapat
menyebabkan kemandulan. Infeksi akut yang disebabkan bakteri neiserria
gonorrhoe (gonococcus) berbentuk menyerupai kacang buncis, hanya tumbuh pada
membran yang lembab dan hangat, antara lain : anus dan genetalia.
Tipe:
Bakterial
Cara
penularan: Infeksi gonorrhoe terjadi melalui kontak fisik (seksual) secara
langsung tanpa pemakaian “pelindung” dan mengabaikan seks yang aman, serta anal
dan oral.
Gejala:
Masa inkubasi gonorrhoe antara 2-10 (sekitar 2 minggu) hari terhitung setelah
penderita terinfeksi pertama kali. Adapun gejala gonorrhoe secara umum :
pengeluaran sekret (purulent), disuria, malaise, sakit kepala dan limpadenopati
regional. Pada wanita tidak menunjukkan adanya gejala fisik sampai pada fase
nyeripada punggung, nyeri abdomen dan panggul (PID), cervix dan kelenjar
bartolini tampak bengkak. Sebagian pria yang terinfeksi menunjukkan gejala sbb
: bau busuk pada area genetalia, sekresi cairan pekat yang menetes ujung penis
dan rasa perih ketika BAK.
Tes (Diagnosa): Penegakan diagnosa
gonorrhoe melalui pemeriksaan sampel yang diambil dari: spesimen dari mukosa
mulut, saluran kemih, cervix (pada wanita), ujung penis yang terbuka (pada
pria) dan saluran anus dengan menggunakan spons (khusus) berukuran kecil dimana
spons itu akan menyerap cairan (spesimen) yang nantinya akan diperiksa dan
hasil tes biasanya tersedia dalam waktu 1 minggu.
Komplikasi: Identifikasi komplikasi
gonorrhoe: infertilitas, dermatitis, arthritis, endokarditis, myoperikarditis,
meningitis bahkan hepatitis.
Pengobatan:
Infeksi dapat disembuhkan dengan antibiotik. Namun tidak dapat
menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum pengobatan dilakukan.
Konsekuensi
yang mungkin timbul pada orang yang terinfeksi: Pada perempuan jika tidak
diobati, penyakit ini merupakan penyebab utama Penyakit Radang Panggul, yang
kemudian dapat menyebabkan kehamilan ektopik, kemandulan dan nyeri panggul
kronis. Dapat menyebabkan kemandulan pada pria. Gonore yang tidak
diobati dapat menginfeksi sendi, katup jantung dan/atau otak.
Konsekuensi
yang mungkin timbul pada janin dan bayi baru lahir: Gonore dapat
menyebabkan kebutaan dan penyakit sistemik seperti meningitis dan arthritis
sepsis pada bayi yang terinfkesi pada proses persalinan. Untuk mencegah
kebutaan, semua bayi yang lahir di rumah sakit biasanya diberi tetesan mata
untuk pengobatan gonore.
Pencegahan:
Melakukan pemeriksaan rutin dan tidak gonta-ganti pasangan, menerapkan hubungan
seksual yang sehat dan “aman”. Satu hal yang tak kalah pentingnya, menjaga
kebersihan khususnya area genital tubuh.
3) Hepatitis
B
Hepatitis
diindikasi sebagai salah satu penyakit akibat infeksi virus DNA (hepatitis B)
atau RNA (hepatitis C) yang terjadi pada (organ) hati, yang menyebabkan
perasangan pada sel hati dengan segala akibatnya. Terdeteksi adanya hepatitis
virus ABCDEF, namun yang berkaitan dengan PMS adalah B dan C. Vaksin pencegahan
penyakit ini sudah ada, tapi sekali terkena penyakit ini tidak dapat
disembuhkan dan dapat menyebabkan kanker hati
Tipe:
Viral
Cara
Penularan: Hepatitis B HbsAg+ berperan menyebarkan virus
melalui cairan yang sudah terinfeksi, antara lain: air mani, darah, cairan
vagina ataupun ludah masuk ke tubuh manusia melalui luka yang terbuka dan bagian
tubuh yang memungkinkan untuk infeksi bakteri. Sedangkan penularan hepatitis C
yang utama adalah melalui pemakaian jarum suntik yang tidak disposible. Namun
virus ini juga bisa ditularkan melalui hubungan seksual dengan proporsi yang
lebih rendah (yakni dengan pemaparan antara darah wanita menstruasi yang
melakukan hubungan seks dengan perlukaan akibat hepatitis pada pria
pasangannya).
Gejala: Hepatitis
B Memiliki masa inkubasi antara 45-160 hari dan mengenai pada seluruh usia. Gejala
yang muncul meliputi: lelah, kerongkongan terasa pahit, sakit kepala, diare,
nafsu makan menurun, otot pegal-pegal dan sakit perut, demam tinggi serta
vomitus. Hepatitis C
Gejala biasanya baru muncul 10-15 tahun setelah terinfeksi. Gejala yang muncul
antara lain: lelah, mual, kehilangan nafsu makan,vomitus, sakit perut, otot
terasa pegal, demam, diare dan sakit kuning.
Pengobatan:
Belum ada pengobatan. Kebanyakan infeksi bersih dengan sendirinya dalam
4-8 minggu. Beberapa orang menjadi terinfeksi secara kronis.
Tes (Diagnosa): Hepatitis B HbsAg telah
ditemukan hampir pada spesimen tubuh yang terinfeksi, yaitu: darah, semen,
saliva, air mata, ascites, ASI dan urine penderita. Hepatitis C Untuk
mendeteksi, pemeriksaan anti-hepatitis C virus ditegakkan. Pemeriksaan darah
sebagai pemeriksaan lab tambahan.
Terapi: Terapi untuk penderita virus
ini: asimptomatis, interferon.
Hepatitis B Istirahat, menghindari stres, tidak melakukan aktivitas berat dan
memenuhi kebutuhan nutrisi dan gizi yang seimbang. Selain itu kurangi dan hindari
kebiasaan merokok dan alkoholik. Antibodi virus ini bersifat seumur hidup
setelah penderita terjangkit, namun masih mungkin terinfeksi hepatitis C.
Hepatitis C Obat-obatan untuk penderita hepatitis C kronis saat ini telah
tersedia, sayangnya terbukti tidak selalu efektif dan punta efek samping.
Komplikasi: Hepatitis B Sebagai
penyebab utama hepatitis akut,kronik, serosis bahkan kanker hati. Hepatitis C
Gejala terburuk adalah kerusakan hati yang serius.
Konsekuensi
yang mungkin timbul pada orang yang terinfeksi: Untuk orang-orang yang
terinfeksi secara kronis, penyakit ini dapat berkembang menjadi cirrhosis,
kanker hati dan kerusakan sistem kekebalan.
Konsekuensi
yang mungkin timbul pada janin dan bayi baru lahir: Perempuan hamil dapat
menularkan penyakit ini pada janin yang dikandungnya. 90% bayi yang
terinfeksi pada saat lahir menjadi karier kronik dan berisiko untuk tejadinya
penyakit hati dan kanker hati. Mereka juga dapat menularkan virus
tersebut. Bayi dari seorang ibu yang terinfeksi dapat diberi
immunoglobulin dan divaksinasi pada saat lahir, ini berpotensi untuk
menghilangkan risiko infeksi kronis.
Pencegahan:
Hepatitic B Vaksin yang aman dan adekuat telah tersedia. Pemberiannya dilakukan
3 kali penyuntikan selama 6 bulan berturut-turut dan semuanya dilakukan di
bahu. Hindari sebisa mungkin untuk tidak terpapar spesimen penderita. Hepatitis
C Menghidari pemaparan spesimen tubuh dan kontak langsung dengan penderita.
Hidup sehat dan teratur sebagai alternatif bijak untuk menghindarinya. Tidak melakukan
hubungan seks dengan orang yang terinfeksi khususnya seks anal, di mana cairan
tubuh, darah, air mani dan secret vagina paling mungkin dipertukarkan adalah
satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan virus
hepatitis B melalui hubungan seks. Kondom dapat menurunkan risiko tetapi
tidak dapat sama sekali menghilangkan risiko untuk tertular penyakit ini
melalui hubungan seks. Hindari pemakaian narkoba suntik dan memakai jarum
suntik bergantian. Bicarakan dengan petugas kesehatan kewaspadaan yang
harus diambil untuk mencegah penularan Hepatitis B, khususnya ketika akan
menerima tranfusi produk darah atau darah. Vaksin sudah tersedia dan
disarankan untuk orang-orang yang berisiko terkena infeksi Hepatitis B.
Sebagai tambahan, vaksinasi Hepatitis B sudah dilakukan secara rutin pada
imunisasi anak-anak sebagaimana direkomendasikan oleh the American Academy of
Pediatrics.
Tipe: Viral
Cara Penularan: Herpes
menyebar melalui kontak seksual antar kulit dengan bagian-bagian tubuh yang
terinfeksi saat melakukan hubungan seks vaginal, anal atau oral. Virus
sejenis dengan strain lain yaitu Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) umumnya menular
lewat kontak non-seksual dan umumnya menyebabkan luka di bibir. Namun,
HSV-1 dapat juga menular lewat hubungan seks oral dan dapat menyebabkan infeksi
alat kelamin. Tanpa melalui hubungan kelamin
seperti : melalui alat-alat tidur,
pakaian, handuk,dll atau sewaktu proses
persalinan/partus
pervaginam pada ibu
hamil dengan infeksi
herpes
pada alat kelamin
luar.
Gejala-gejala: Gejala-gejala biasanya sangat
ringan dan mungkin meliputi rasa gatal atau terbakar; rasa nyeri di kaki,
pantat atau daerah kelamin; atau keputihan. Bintil-bintil berair atau
luka terbuka yang terasa nyeri juga mungkin terjadi, biasanya di daerah
kelamin, pantat, anus dan paha, walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh
yang lain. Luka-luka tersebut akan sembuh dalam beberapa minggu tetapi
dapat muncul kembali. Terkadang disertai demam,
seperti influenza, setelah 2-3 hari bintik kemerahan berubah menjadi vesikel
disertai nyeri.
Pengobatan: Belum ada pengobatan untuk penyakit
ini. Obat anti virus biasanya efektif dalam mengurangi frekuensi dan
durasi (lamanya) timbul gejala karena infeksi HSV-2.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang
Terinfeksi: Orang yang terinfeksi dan memiliki luka akan
meningkat risikonya untuk terinfeksi HIV jika terpapar sebab luka tersebut
menjadi jalan masuk virus HIV.
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Perempuan yang mengalami episode
pertama dari herpes genital pada saat hamil akan memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk terjadinya kelahiran prematur. Kejadian akut pada masa
persalinan merupakan indikasi untuk dilakukannya persalinan dengan operasi
cesar sebab infeksi yang mengenai bayi yang baru lahir akan dapat menyebabkan
kematian atau kerusakan otak yang serius.
Pencegahan: Tidak
melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah
penularan virus herpes genital melalui hubungan seks. Kondom dapat
mengurangi risiko tetapi tidak dapat samasekali menghilangkan risiko tertular
penyakit ini melalui hubungan seks. Walaupun memakai kondom saat
melakukan hubungan seks, masih ada kemungkinan untuk tertular penyakit ini yaitu
melalui adanya luka di daerah kelamin.
Tipe:
Viral
Cara
Penularan: Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal; darah atau
produk darah yang terinfeksi; memakai jarum suntik bergantian pada pengguna
narkoba; dan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam kandungannya, saat
persalinan, atau saat menyusui.
Gejala-gejala:
Beberapa orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali.
Sementara yang lainnya mengalami gejala-gejala seperti flu, termasuk demam,
kehilangan nafsu makan, berat badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah
bening. Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang dalam seminggu sampai
sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif (dormant) selama
beberapa tahun. Namun, virus tersebut secara terus menerus melemahkan
sistem kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat
bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik.
Pengobatan:
Belum ada pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral
digunakan untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi.
Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita.
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi: Hampir semua orang yang
terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan meninggal karena
komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS.
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: 20-30% dari bayi yang lahir dari
ibu yang terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala dari AIDS
akan muncul dalam satu tahun pertama kelahiran. 20% dari bayi-bayi yang
terinfeksi tersebut akan meninggal pada saat berusia 18 bulan. Obat
antiretroviral yang diberikan pada saat hamil dapat menurunkan risiko janin
untuk terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup besar.
Pencegahan:
Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi, khususnya
hubungan seks anal, di mana cairan tubuh, darah, air mani atau secret vagina
paling mungkin dipertukarkan, adalah satu-satunya cara yang 100% efektif untuk
mencegah penularan HIV melalui hubungan seks. Kondom dapat menurunkan
risiko penularan tetapi tidak menghilangkan sama sekali kemungkinan
penularan. Hindari pemakaian narkoba suntik dan saling berbagi jarum
suntik. Diskusikan dengan petugas kesehatan tindakan kewaspadaan yang
harus dilakukan untuk mencegah penularan HIV, terutama saat harus menerima
transfusi darah maupun produk darah.
Tipe: Viral
Cara
Penularan: Hubungan seksual vaginal, anal atau oral.
Gejala-gejala: Tonjolan
yang tidak sakit, kutil yang menyerupai bunga kol tumbuh di dalam atau pada
kelamin, anus dan tenggorokan.
Pengobatan: Tidak ada
pengobatan untuk penyakit ini. Kutil dapat dihilangkan dengan cara-cara
kimia, pembekuan, terapi laser atau bedah.
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi: HPV adalah
virus yang menyebabkan kutil kelamin. Beberapa strains dari virus ini
berhubungan kuat dengan kanker serviks sebagaimana halnya juga dengan kanker
vulva, vagina, penis dan anus. Pada kenyataannya 90% penyebab kanker
serviks adalah virus HPV. Kanker serviks ini menyebabkan kematian 5.000
perempuan Amerika setiap tahunnya.
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Pada bayi-bayi yang terinfeksi
virus ini pada proses persalinan dapat tumbuh kutil pada tenggorokannya yang
dapat menyumbat jalan nafas sehingga kutil tersebut harus dikeluarkan.
Pencegahan: Tidak
melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah
penularan. Kondom hampir tidak berfungsi sama sekali dalam mencegah
penularan virus ini melalui hubungan seks.
Tipe: Bakterial
Cara
Penularan: Cara penularan yang paling umum adalah hubungan seks vaginal, anal atau
oral. Namun, penyakit ini juga dapat ditularkan melalui hubungan
non-seksual jika ulkus atau lapisan mukosa yang disebabkan oleh sifilis kontak
dengan lapisan kulit yang tidak utuh dengan orang yang tidak terinfeksi.
Gejala-gejala: Pada fase
awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau
"chancres" yang biasanya muncul di daerah kelamin tetapi dapat juga
muncul di bagian tubuh yang lain, jika tidak diobati penyakit akan berkembang
ke fase berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka
pada tenggorokan, rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh.
Pengobatan: Penyakit
ini dapat diobati dengan penisilin; namun, kerusakan pada organ tubuh yang
telah terjadi tidak dapat diperbaiki.
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi: Jika tidak
diobati, sifilis dapat menyebabkan kerusakan serius pada hati, otak, mata,
sistem saraf, tulang dan sendi dan dapat menyebabkan kematian. Seorang
yang sedang menderita sifilis aktif risikonya untuk terinfeksi HIV jika
terpapar virus tersebut akan meningkat karena luka (chancres) merupakan pintu
masuk bagi virus HIV.
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Jika tidak diobati, seorang ibu
hamil yang terinfeksi sifilis akan menularkan penyakit tersebut pada janin yang
dikandungnya. Janin meninggal di dalam dan meninggal pada periode
neonatus terjadi pada sekitar 25% dari kasus-kasus ini. 40-70% melahirkan
bayi dengan sifilis aktif. Jika tidak terdeteksi, kerusakan dapat terjadi
pada jantung, otak dan mata bayi.
Pencegahan: Tidak
melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan
sifilis melalui hubungan seksual. Kondom dapat mengurangi tetapi tidak
menghilangkan risiko tertular penyakit ini melalui hubungan seks. Masih
ada kemungkinan tertular sifilis walaupun memakai kondom yaitu melalui luka
yang ada di daerah kelamin. Usaha untuk mencegah kontak non-seksual
dengan luka, ruam atau lapisan bermukosa karena adanya sifilis juga perlu
dilakukan.
Tipe: Disebabkan
oleh protozoa Trichomonas vaginalis.
Prevalensi:
Trikomoniasis adalah PMS yang dapat diobati yang paling banyak terjadi pada
perempuan muda dan aktif seksual. Diperkirakan, 5 juta kasus baru terjadi
pada perempuan dan laki-laki.
Cara
Penularan: Trikomoniasis menular melalui kontak seksual. Trichomonas vaginalis dapat
bertahan hidup pada benda-benda seperti baju-baju yang dicuci, dan dapat
menular dengan pinjam meminjam pakaian tersebut.
Gejala-gejala: Pada
perempuan biasa terjadi keputihan yang banyak, berbusa, dan berwarna
kuning-hijau. Kesulitan atau rasa sakit pada saat buang air kecil dan
atau saat berhubungan seksual juga sering terjadi. Mungkin terdapat juga
nyeri vagina dan gatal atau mungkin tidak ada gejala sama sekali. Pada
laki-laki mungkin akan terjadi radang pada saluran kencing, kelenjar, atau
kulup dan/atau luka pada penis, namun pada laki-laki umumnya tidak ada gejala.
Pengobatan: Penyakit
ini dapat disembuhkan. Pasangan seks juga harus diobati.
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi: Radang pada
alat kelamin pada perempuan yang terinfeksi trikomoniasis mungkin juga akan
meningkatkan risiko untuk terinfeksi HIV jika terpapar dengan virus
tersebut. Adanya trikomoniasis pada perempuan yang juga terinfeksi HIV
akan meningkatkan risiko penularan HIV pada pasangan seksualnya.
Konsekuensi
yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Trikomoniasis pada perempuan hamil
dapat menyebabkan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur.
Pencegahan: Tidak
melakukan hubungan seks secara vaginal dengan orang yang terinfeksi adalah
satu-satu cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan trikomoniasis
melalui hubungan seksual. Kondon dan berbagai metode penghalang sejenis
yang lain dapat mengurangi tetapi tidak menghilangkan risiko untuk tertular
penyakit ini melalui hubungan seks. Hindari untuk saling pinjam meminjam
handuk atau pakaian dengan orang lain untuk mencegah penularan non-seksual dari
penyakit ini.
D. Pencegahan IMS
Cara yang
paling efektif untuk mencegah penularan IMS adalah untuk menghindari kontak
dari bagian tubuh atau cairan yang dapat menyebabkan untuk mentransfer dengan
pasangan yang terinfeksi. Ada kontak meminimalkan risiko. Tidak semua aktivitas
seksual melibatkan kontak: cybersex, phonesex atau masturbasi dari kejauhan
metode untuk menghindari kontak. Penggunaan yang tepat dari kondom mengurangi
kontak dan risiko.
Idealnya,
kedua pasangan sebaiknya dites IMS sebelum memulai kontak seksual, atau sebelum
melanjutkan kontak jika pasangan terlibat dalam kontak dengan orang lain.
Banyak infeksi yang tidak terdeteksi segera setelah terkena, sehingga cukup
waktu harus diperbolehkan antara eksposur mungkin dan pengujian untuk tes yang
akan akurat. IMS tertentu, virus persisten khususnya tertentu seperti HPV,
mungkin mustahil untuk mendeteksi dengan prosedur medis saat ini.
Banyak
penyakit yang membangun infeksi permanen sehingga dapat menempati sistem
kekebalan bahwa penyakit lain menjadi lebih mudah menular. Sistem kekebalan
tubuh bawaan yang dipimpin oleh defensin melawan HIV dapat mencegah penularan
HIV ketika jumlah virus yang sangat rendah, namun jika sibuk dengan virus lain
atau kewalahan, HIV dapat membangun dirinya. IMS virus tertentu juga sangat
meningkatkan risiko kematian bagi pasien terinfeksi HIV.
Vaksin
Vaksin yang tersedia yang melindungi terhadap
beberapa IMS virus, seperti Hepatitis B dan beberapa jenis HPV. Vaksinasi
sebelum memulai kontak seksual disarankan untuk menjamin perlindungan maksimal.
Kondom
Kondom hanya memberikan
perlindungan bila digunakan dengan benar sebagai penghalang, dan hanya ke dan
dari daerah yang mencakup. ''Terbongkar daerah masih rentan terhadap
PMS''banyak. Dalam kasus HIV, rute penularan HIV secara seksual hampir selalu melibatkan
penis, karena HIV tidak dapat menyebar melalui kulit tak terputus,
sehingga''benar melindungi penis insertif dengan kondom benar dipakai dari
vagina dan anus efektif berhenti penularan HIV''. Sebuah cairan yang terinfeksi
untuk kulit rusak ditanggung penularan HIV langsung tidak akan dianggap
"menular seksual", tapi masih bisa secara teoritis terjadi selama
kontak seksual, hal ini dapat dihindari hanya dengan tidak terlibat dalam
hubungan seksual saat mengalami luka pendarahan terbuka. PMS lain, bahkan
infeksi virus, dapat dicegah dengan penggunaan kondom lateks
sebagai penghalang. Beberapa mikroorganisme dan virus cukup kecil untuk
melewati pori-pori dalam kondom kulit alami, tetapi masih
terlalu besar untuk melewati kondom lateks.
Kondom dibuat, diuji, dan
diproduksi untuk tidak pernah gagal jika digunakan dengan benar. Belum ada satu
kasus didokumentasikan dari penularan HIV karena adanya kondom benar diproduksi
Penggunaan yang tepat mencakup:
- Tidak
menempatkan kondom pada terlalu ketat di akhir, dan meninggalkan 1,5 cm (3
/ 4 inci) kamar di ujung untuk ejakulasi. Menempatkan kondom pada nyaman
dapat dan sering mengakibatkan kegagalan.
- Memakai
kondom terlalu longgar bisa mengalahkan penghalang.
- Menghindari
pembalik, menumpahkan kondom sekali dipakai, apakah itu telah ejakulasi di
dalamnya atau tidak, bahkan untuk satu detik.
- Menghindari
kondom terbuat dari bahan lateks atau selain polyurethane, karena mereka
tidak melindungi terhadap HIV.
- Menghindari
penggunaan pelumas berbasis minyak (atau apapun dengan minyak di dalamnya)
dengan kondom lateks, minyak bisa makan lubang ke dalamnya.
- Menggunakan
kondom rasa untuk seks oral saja, sebagai gula dalam penyedap dapat
menyebabkan infeksi ragi jika digunakan untuk menembus.
Tidak mengikuti lima panduan
pertama di atas melanggengkan kesalahpahaman umum bahwa kondom tidak diuji atau
dirancang dengan baik.
Dalam rangka untuk terbaik
melindungi diri sendiri dan pasangan dari IMS, kondom tua dan isinya harus
dianggap masih menular. Oleh karena itu kondom lama harus dibuang dengan benar.
Sebuah kondom baru harus digunakan untuk setiap melakukan hubungan, seperti
penggunaan beberapa meningkatkan kemungkinan kerusakan, mengalahkan tujuan
utama sebagai penghalang.
Nonoxynol-9
Nonoxynol-9 mikrobisida vagina
diharapkan untuk menurunkan tingkat PMS. Namun Ujian telah menemukan tidak
efektif.
E. Penanganan
Untuk
menangani nyeri atau rasa sakit akibat PMS obat yang biasa digunakan adalah
ibuprofen dan asetaminofen. Melakukan gaya hidup sehat termasuk berolahraga dan
diet rendah lemak juga dapat mengurangi gejala PMS. Beberapa perempuan mungkin
akan menggunakan kontrasepsi oral untuk mengurangi gejala PMS. Dengan memahami
gejala-gejala PMS tersebut, diharapkan para perempuan yang menderita karenanya
akan lebih baik dalam memahami dan melakukan penanganan yangs sesuai dengan
kondisi mereka. Jika mengalami gejala PMS parah dan sangat mengganggu sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter mendapatkan penanganan yang tepat.
Contoh
Kasus
Kasus AIDS ( Penyakit menular seksual ) pertama
kali dilaporkan di Indonesia pada 1987, yang menimpa seorang warga negara asing
di Bali. Tahun berikutnya mulai dilaporkan adanya kasus di beberapa provinsi.
Sampai akhir September 2003 tercatat ada 1.239 kasus AIDS dan 2.685 kasus HIV. Para
ahli memperkirakan bahwa hingga saat ini terdapat antara 90.000–130.000 orang
Indonesia yang hidup dengan HIV . Sehingga dengan menggunakan perhi- tungan
angka kelahiran sebesar 2,5 persen, diperki- rakan terdapat 2.250–3.250 bayi
yang mempunyai risiko terlahir dengan infeksi HIV. Pola penyebaran infeksi yang
umum terjadi adalah melalui hubungan seksual, kemudian diikuti dengan penularan
melalui penggunaan napza suntik
1. Pengguna
napza suntik. Berdasarkan kasus yang terlaporkan, jumlah kasus AIDS di
Indonesia sejak 1987 sampai 2002 terus meningkat, menyerang semua kelompok umur
khususnya remaja serta kelompok usia produktif. Data pengawasan di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta menunjukkan adanya kenaikan infeksi HIV pada
pengguna napza suntik dari 15 persen pada 1999 menjadi 47,9 persen pada 2002.
2. AKI
di negara lain. AKI di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan
dengan negara negara anggota ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di
Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand. Penyebab
kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah
tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan,
yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung
jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa
nifas Pekerja seks dan kelompok berisiko. Industri seks diperkirakan melibatkan
150.000 pekerja seks komersial wanita. Penderita HIV pada wanita berisiko
tinggi ini cukup tinggi. Di Merauke, misalnya, 26,5 persen pekerja seks
komersial wanita telah terinfeksi HIV.
Infeksi ini juga terjadi cukup tinggi pada lembaga pemasyarakatan. Di
salah satu lembaga pemasyarakatan di Jakarta, misalnya, 22 persen narapidana
telah terinfeksi HIV. Penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir
dilakukan oleh sekitar 41 persen pekerja seks komersial. Diperkirakan ada 7–10
juta pelangan seks pria di Indonesia, namun survei di tiga kota menunjukkan
hanya sekitar 10 persen dari pelanggan yang menggunakan kondom secara konsisten
untuk melindungi dirinya dari risiko penularan saat melakukan transaksi seks
secara komersial. Survei lainnya di 13 provinsi pada pekerja seks komersial menunjukkan
bahwa penggunaan kondom pada hubungan seks seminggu terakhir antara 18,9 persen
di Karawang dan 88,4 persen di Merauke.
3. Penggunaan
kondom pada contraceptive prevalence rate. Data Susenas menunjukkan bahwa
penggunaan kondom sebagai alat KB (yaitu pada contraceptive prevalence rate)
pada wanita menikah usia subur (15–49 tahun) sangat rendah, yaitu 0,4 persen
pada 2002, tetap di bawah satu persen sejak 1994 .
Pengetahuan tentang HIV/AIDS. Persentase anak muda usia 15–24 tahun yang
mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS. Pada 2002-2003, 65,8
persen wanita dan 79,4 persen pria usia 15–24 tahun telah mendengar tentang
HIV/AIDS.
4. Pada
wanita usia subur usia 15–49 tahun, sebagian besar (62,4 persen) telah
mendengar HIV/AIDS, tapi hanya 20,7 persen yang mengetahui bahwa menggunakan kondom
setiap berhubungan seksual dapat mencegah penularan HIV/AIDS, dan 28,5 persen
mengetahui bahwa orang sehat dapat terinfeksi HIV/AIDS.7 Sebuah penelitian pada
2002 menunjukkan bahwa 38,4 persen dari pelajar sekolah menengah atas usia
15–19 di Jakarta secara benar menunjukkan cara mencegah penularan HIV dan
menolak konsepsi yang salah tentang penularan HIV. Penelitian lain di Jawa
Barat, Kalimantan Selatan, dan NTT menunjukkan bahwa 93,3 persen anak muda usia
15–24 tahun mengetahui bahwa HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual,
tapi hanya 35 persen yang mengetahui bahwa penggunaan jarum suntik bersama
dapat menularkan HIV dan 15,2 persen masih percaya bahwa kontak sosial biasa
juga dapat menularkan HIV.
5. Wanita
hamil dan bayinya. Penelitian terhadap prevalensi HIV pada ibu hamil di
beberapa tempat di Provinsi Riau pada 1998 sampai 1999 menunjukkan bahwa 0,35
persen ibu hamil telah terinfeksi HIV.