Kamis, 21 Juni 2012



Anemia Pada Ibu Hamil




         
Anemia pada ibu hamil adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.

Klasifikasi: 






  • Hb 11 anemia normal
  • Hb 9-10 gr anemia ringan
  • Hb 7-8 gr% anemia sedang
  • Hb < 7 anemia berat

Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil 




  • Kurangnya mengkonsumsi Fe
  • Pola makan ibu terganggu akibat mual muntah selama kehamilan
Gejala:





  • Pucat
  • Merasa lemah
  • Letih, pusing
  • Kurang nafsu makan
  • Menurunnya kebugaran tubuh
  • gangguan penyembuhan luka



Resiko:
 






  • Keguguran
  • Persalinan lamaperdarahan pasca melahirkan
  • Kelahiran prematur
  • Bayi lahir dengan berat badan rendah
  • Hingga kemungkinan bayi lahir dengan cacat bawaan

Pencegahan:



  • Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang
  • Asupan zat besi yang cukup(bayam, kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan)
  • Mengatur jarak kehamilan dan kelahiran bayi.

Penanganan 




  • Pemberian tambahan zat besi
  • Memperbaiki pola makan
  • Jangan beraktifitas berlebihan



Anemia pada ibu hamil


Oleh :
MAHASISWA

AKBID RESPATI SUMEDANG
2011/2012


A. Pengertian Seksual Transmitted Deseases (STD)/Infeksi Menular Seksual (PMS)

TINJAUAN PUSTAKA

A.           Pengertian Seksual Transmitted Deseases (STD)/Infeksi Menular Seksual (PMS)
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. ( Sarwono Prawirohardjo)
Infeksi menular seksual adalah penyakit yang menyerang manusia dan binatang melalui transmisi hubungan seksual, seks oral dan seks anal. Penyakit menular seksual juga dapat ditularkan melalui jarum suntik dan juga kelahiran dan menyusui. Infeksi penyakit menular seksual telah diketahui selama ratusan tahun.
Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual.
Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga venereal (dari kata venus, yaitu Dewi Cinta dari Romawi kuno), didefinisikan sebagai salah satu akibat yang ditimbulkan karena aktivitas seksual yang tidak sehat sehingga menyebabkan munculnya penyakit menular, bahkan pada beberapa kasus PMS membahayakan.
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah : Suatu gangguan/ penyakit-penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak atau hubungan seksual. Pertama sekali penyakit ini sering disebut 'Penyakit Kelamin' atau Veneral Disease, tetapi sekarang sebutan yang paling tepat adalah Penyakit Hubungan Seksual/ Seksually Transmitted Disease atau secara umum disebut Penyakit Menular Seksual (PMS). (dr.Iwan Setiawan)


B.            Tanda dan Gejala Seksual Transmitted Deseases (STD)/Infeksi Menular Seksual (PMS)

1.      Keluar Cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis. Pada wanita, terjadi peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerah mudaan. Keputihan bisa memiliki bau yang tidak sedap dan berlendir.
2.      Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing, biasanya disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan oleh PMS tapi juga disebabkan oleh infeksi kandung kencing yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
3.      Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka tersebut dapat terasa sakit atau tidak.
4.      Tonjolan kecil-kecil (papules), atau lecet disekitar alat kelamin.
5.      Kemerahan di sekitar alat kelamin.
6.      Pada pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar.
7.      Rasa sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak berhubungan dengan menstruasi.
8.      Bercak darah setelah hubungan seksual.
9.      Anus gatal atau iritasi.
10.  Pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan.
11.  Nyeri di paha atau perut lebih rendah.
12.  Pendarahan pada vagina .
13.  Nyeri atau pembengkakan testis.
14.  Pembengkakan atau kemerahan dari vagina.
15.  Nyeri seks.
16.  Pendarahan dari vagina selain selama periode bulanan.
17.  Buang air kecil lebih sering dari biasanya.
18.  Demam, lemah, kulit menguning dan rasa nyeri sekujur tubuh.
19.  Kehilangan berat badan, diare dan keringat malam hari.
20.  Pada wanita keluar darah di luar masa menstruasi dll.
C.           Klasifikasi Seksual Transmitted Deseases (STD)/Infeksi Menular Seksual (PMS)
1)   Klamidia
Chlamidia merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis infeksi yang disebabkan oleh sejenis bakteri -chlamidia trachomatis- yang hidup dan berkembang dalam tubuh. Klamidia adalah PMS yang sangat berbahaya dan biasanya tidak menunjukkan gejala; 75% dari perempuan dan 25% dari pria yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Tipe: Bakterial
Cara Penularan: Melalui kontak fisik (seksual) secara langsung tanpa “pelindung” dan tidak menerapkan pola hubungan seks yang sehat dan aman, serta anal.
Gejala:  Sampai 75% kasus pada perempuan dan 25% kasus pada laki-laki tidak menunjukkan gejala. Pada pria : terjadi peradangan pada saluran kencing atau epididimis ( saluran kecil dan panjang sebagai tempat penyimpan sperma ), demam, keluarnya cairan dari penis, rasa sakit atau rasa berat pada kantong buah pelir.  Pada wanita: infeksi saluran kemih dan cervix, infeksi ovarium dan tuba fallopii, sekresi cairan abnormal, iritasi (gatal) pada genetalia, rasa panas saat berkemih, sakit perut (bawah) hebat dan pendarahan diluar menstrusi.
Tes: Melakukan tes urin dan penyekaan pada vagina (pada wanita) atau ujung penis yang terbuka (bagi pria). Pada wanita mungkin saja ditemukan pada pemeriksaan pap smear.
Komplikasi: Komplikasi chlamydia trachomatis yang nyata adalah : infertilitas, radang panggul (penyebaran radang cervix pada wanita) dan bisa menginfeksi mata pada kasus tertentu.
Pengobatan: Infeksi dapat diobati dengan antibiotik.  Namun pengobatan tersebut tidak dapat menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum pengobatan dilakukan.
Konsekuensi yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi:  Pada perempuan, jika tidak diobati, sampai 30% akan mengalami Penyakit Radang Panggul (PRP) yang pada gilirannya dapat menyebabkan kehamilan ektopik, kemandulan dan nyeri panggul kronis.  Pada laki-laki, jika tidak diobati, klamidia akan menyebabkan epididymitis, yaitu sebuah peradangan pada testis (tempat di mana sperma disimpan), yang mungkin dapat menyebabkan kemandulan.  Individu yang terinfeksi akan berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi HIV jika terpapar virus tersebut.
Konsekuensi yang mungkin terjadi pada janin dan bayi baru lahir: lahir premature, pneumonia pada bayi dan infeksi mata pada bayi baru lahir yang dapat terjadi karena penularan penyakit ini saat proses persalinan.
Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seksual secara vaginal maupun anal dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif.  Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko tertular penyakit ini. Menerapkan pola hubungan seks yang aman dan sehat. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah menjalani pemeriksaan rutin setiap 6 bulan sekali. 
2)   Gonore
Gonore adalah salah satu PMS yang sering dialporkan.  40% penderita akan mengalami Penyakit Radang Panggul (PRP) jika tidak diobati, dan hal tersebut dapat menyebabkan kemandulan. Infeksi akut yang disebabkan bakteri neiserria gonorrhoe (gonococcus) berbentuk menyerupai kacang buncis, hanya tumbuh pada membran yang lembab dan hangat, antara lain : anus dan genetalia.
Tipe: Bakterial
Cara penularan: Infeksi gonorrhoe terjadi melalui kontak fisik (seksual) secara langsung tanpa pemakaian “pelindung” dan mengabaikan seks yang aman, serta anal dan oral.
Gejala: Masa inkubasi gonorrhoe antara 2-10 (sekitar 2 minggu) hari terhitung setelah penderita terinfeksi pertama kali. Adapun gejala gonorrhoe secara umum : pengeluaran sekret (purulent), disuria, malaise, sakit kepala dan limpadenopati regional. Pada wanita tidak menunjukkan adanya gejala fisik sampai pada fase nyeripada punggung, nyeri abdomen dan panggul (PID), cervix dan kelenjar bartolini tampak bengkak. Sebagian pria yang terinfeksi menunjukkan gejala sbb : bau busuk pada area genetalia, sekresi cairan pekat yang menetes ujung penis dan rasa perih ketika BAK.
Tes (Diagnosa): Penegakan diagnosa gonorrhoe melalui pemeriksaan sampel yang diambil dari: spesimen dari mukosa mulut, saluran kemih, cervix (pada wanita), ujung penis yang terbuka (pada pria) dan saluran anus dengan menggunakan spons (khusus) berukuran kecil dimana spons itu akan menyerap cairan (spesimen) yang nantinya akan diperiksa dan hasil tes biasanya tersedia dalam waktu 1 minggu.
Komplikasi: Identifikasi komplikasi gonorrhoe: infertilitas, dermatitis, arthritis, endokarditis, myoperikarditis, meningitis bahkan hepatitis.
Pengobatan: Infeksi dapat disembuhkan dengan antibiotik.   Namun tidak dapat menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum pengobatan dilakukan.
Konsekuensi yang mungkin timbul pada orang yang terinfeksi: Pada perempuan jika tidak diobati, penyakit ini merupakan penyebab utama Penyakit Radang Panggul, yang kemudian dapat menyebabkan kehamilan ektopik, kemandulan dan nyeri panggul kronis.  Dapat menyebabkan kemandulan pada pria.  Gonore yang tidak diobati dapat menginfeksi sendi, katup jantung dan/atau otak.
Konsekuensi yang mungkin timbul pada janin dan bayi baru lahir: Gonore dapat menyebabkan kebutaan dan penyakit sistemik seperti meningitis dan arthritis sepsis pada bayi yang terinfkesi pada proses persalinan.  Untuk mencegah kebutaan, semua bayi yang lahir di rumah sakit biasanya diberi tetesan mata untuk pengobatan gonore.
Pencegahan: Melakukan pemeriksaan rutin dan tidak gonta-ganti pasangan, menerapkan hubungan seksual yang sehat dan “aman”. Satu hal yang tak kalah pentingnya, menjaga kebersihan khususnya area genital tubuh.
3)   Hepatitis B
Hepatitis diindikasi sebagai salah satu penyakit akibat infeksi virus DNA (hepatitis B) atau RNA (hepatitis C) yang terjadi pada (organ) hati, yang menyebabkan perasangan pada sel hati dengan segala akibatnya. Terdeteksi adanya hepatitis virus ABCDEF, namun yang berkaitan dengan PMS adalah B dan C. Vaksin pencegahan penyakit ini sudah ada, tapi sekali terkena penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan dapat menyebabkan kanker hati
Tipe: Viral
Cara Penularan: Hepatitis B HbsAg+ berperan menyebarkan virus melalui cairan yang sudah terinfeksi, antara lain: air mani, darah, cairan vagina ataupun ludah masuk ke tubuh manusia melalui luka yang terbuka dan bagian tubuh yang memungkinkan untuk infeksi bakteri. Sedangkan penularan hepatitis C yang utama adalah melalui pemakaian jarum suntik yang tidak disposible. Namun virus ini juga bisa ditularkan melalui hubungan seksual dengan proporsi yang lebih rendah (yakni dengan pemaparan antara darah wanita menstruasi yang melakukan hubungan seks dengan perlukaan akibat hepatitis pada pria pasangannya).
Gejala: Hepatitis B Memiliki masa inkubasi antara 45-160 hari dan mengenai pada seluruh usia. Gejala yang muncul meliputi: lelah, kerongkongan terasa pahit, sakit kepala, diare, nafsu makan menurun, otot pegal-pegal dan sakit perut, demam tinggi serta vomitus. Hepatitis C
Gejala biasanya baru muncul 10-15 tahun setelah terinfeksi. Gejala yang muncul antara lain: lelah, mual, kehilangan nafsu makan,vomitus, sakit perut, otot terasa pegal, demam, diare dan sakit kuning.
Pengobatan: Belum ada pengobatan.  Kebanyakan infeksi bersih dengan sendirinya dalam 4-8 minggu.  Beberapa orang menjadi terinfeksi secara kronis.
Tes (Diagnosa): Hepatitis B HbsAg telah ditemukan hampir pada spesimen tubuh yang terinfeksi, yaitu: darah, semen, saliva, air mata, ascites, ASI dan urine penderita. Hepatitis C Untuk mendeteksi, pemeriksaan anti-hepatitis C virus ditegakkan. Pemeriksaan darah sebagai pemeriksaan lab tambahan.
Terapi: Terapi untuk penderita virus ini: asimptomatis, interferon.
Hepatitis B Istirahat, menghindari stres, tidak melakukan aktivitas berat dan memenuhi kebutuhan nutrisi dan gizi yang seimbang. Selain itu kurangi dan hindari kebiasaan merokok dan alkoholik. Antibodi virus ini bersifat seumur hidup setelah penderita terjangkit, namun masih mungkin terinfeksi hepatitis C. Hepatitis C Obat-obatan untuk penderita hepatitis C kronis saat ini telah tersedia, sayangnya terbukti tidak selalu efektif dan punta efek samping.
Komplikasi: Hepatitis B Sebagai penyebab utama hepatitis akut,kronik, serosis bahkan kanker hati. Hepatitis C Gejala terburuk adalah kerusakan hati yang serius.
Konsekuensi yang mungkin timbul pada orang yang terinfeksi: Untuk orang-orang yang terinfeksi secara kronis, penyakit ini dapat berkembang menjadi cirrhosis, kanker hati dan kerusakan sistem kekebalan.
Konsekuensi yang mungkin timbul pada janin dan bayi baru lahir: Perempuan hamil dapat menularkan penyakit ini pada janin yang dikandungnya.  90% bayi yang terinfeksi pada saat lahir menjadi karier kronik dan berisiko untuk tejadinya penyakit hati dan kanker hati.  Mereka juga dapat menularkan virus tersebut.  Bayi dari seorang ibu yang terinfeksi dapat diberi immunoglobulin dan divaksinasi pada saat lahir, ini berpotensi untuk menghilangkan risiko infeksi kronis.
Pencegahan: Hepatitic B Vaksin yang aman dan adekuat telah tersedia. Pemberiannya dilakukan 3 kali penyuntikan selama 6 bulan berturut-turut dan semuanya dilakukan di bahu. Hindari sebisa mungkin untuk tidak terpapar spesimen penderita. Hepatitis C Menghidari pemaparan spesimen tubuh dan kontak langsung dengan penderita. Hidup sehat dan teratur sebagai alternatif bijak untuk menghindarinya. Tidak melakukan hubungan seks dengan orang yang terinfeksi khususnya seks anal, di mana cairan tubuh, darah, air mani dan secret vagina paling mungkin dipertukarkan adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan virus hepatitis B melalui hubungan seks.  Kondom dapat menurunkan risiko tetapi tidak dapat sama sekali menghilangkan risiko untuk tertular penyakit ini melalui hubungan seks.  Hindari pemakaian narkoba suntik dan memakai jarum suntik bergantian.  Bicarakan dengan petugas kesehatan kewaspadaan yang harus diambil untuk mencegah penularan Hepatitis B, khususnya ketika akan menerima tranfusi produk darah atau darah.  Vaksin sudah tersedia dan disarankan untuk orang-orang yang berisiko terkena infeksi Hepatitis B.  Sebagai tambahan, vaksinasi Hepatitis B sudah dilakukan secara rutin pada imunisasi anak-anak sebagaimana direkomendasikan oleh the American Academy of Pediatrics.
Herpes Genital (HSV-2) infeksi akut pada genetalia dengan gejala khas berupa vesikel. Disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe II.
Tipe: Viral
Cara Penularan: Herpes menyebar melalui kontak seksual antar kulit dengan bagian-bagian tubuh yang terinfeksi saat melakukan hubungan seks vaginal, anal atau oral.  Virus sejenis dengan strain lain yaitu Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) umumnya menular lewat kontak non-seksual dan umumnya menyebabkan luka di bibir.  Namun, HSV-1 dapat juga menular lewat hubungan seks oral dan dapat menyebabkan infeksi alat kelamin. Tanpa melalui hubungan kelamin seperti : melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk,dll atau sewaktu proses persalinan/partus pervaginam pada ibu hamil dengan infeksi herpes pada alat kelamin luar.
Gejala-gejala: Gejala-gejala biasanya sangat ringan dan mungkin meliputi rasa gatal atau terbakar; rasa nyeri di kaki, pantat atau daerah kelamin; atau keputihan.  Bintil-bintil berair atau luka terbuka yang terasa nyeri juga mungkin terjadi, biasanya di daerah kelamin, pantat, anus dan paha, walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh yang lain.  Luka-luka tersebut akan sembuh dalam beberapa minggu tetapi dapat muncul kembali. Terkadang disertai demam, seperti influenza, setelah 2-3 hari bintik kemerahan berubah menjadi vesikel disertai nyeri.
Pengobatan: Belum ada pengobatan untuk penyakit ini.  Obat anti virus biasanya efektif dalam mengurangi frekuensi dan durasi (lamanya) timbul gejala karena infeksi HSV-2.
Komplikasi : Gangguan mobilitas, vaginitis, urethritis, sistitis dan fisura ani herpetika terjadi bila mengenai region genetalia. Abortus. Anomali kongenital. Infeksi pada neonatus (konjungtifitis/ keratis, ensefalitis, vesikulitis kutis, ikterus, dan anomali konvulsi).
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi: Orang yang terinfeksi dan memiliki luka akan meningkat risikonya untuk terinfeksi HIV jika terpapar sebab luka tersebut menjadi jalan masuk virus HIV.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Perempuan yang mengalami episode pertama dari herpes genital pada saat hamil akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya kelahiran prematur.  Kejadian akut pada masa persalinan merupakan indikasi untuk dilakukannya persalinan dengan operasi cesar sebab infeksi yang mengenai bayi yang baru lahir akan dapat menyebabkan kematian atau kerusakan otak yang serius.
Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan virus herpes genital melalui hubungan seks.  Kondom dapat mengurangi risiko tetapi tidak dapat samasekali menghilangkan risiko tertular penyakit ini melalui hubungan seks.  Walaupun memakai kondom saat melakukan hubungan seks, masih ada kemungkinan untuk tertular penyakit ini yaitu melalui adanya luka di daerah kelamin.

5)   HIV/AIDS

Tipe: Viral    
Cara Penularan: Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal; darah atau produk darah yang terinfeksi; memakai jarum suntik bergantian pada pengguna narkoba; dan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam kandungannya, saat persalinan, atau saat menyusui. 
Gejala-gejala: Beberapa orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali.  Sementara yang lainnya mengalami gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening.  Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif (dormant) selama beberapa tahun.  Namun, virus tersebut secara terus menerus melemahkan sistem kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik.
Pengobatan: Belum ada pengobatan untuk infeksi ini.  Obat-obat anti retroviral digunakan untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi.  Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi: Hampir semua orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan meninggal karena komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: 20-30% dari bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala dari AIDS akan muncul dalam satu tahun pertama kelahiran.  20% dari bayi-bayi yang terinfeksi tersebut akan meninggal pada saat berusia 18 bulan.  Obat antiretroviral yang diberikan pada saat hamil dapat menurunkan risiko janin untuk terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup besar. 
Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi, khususnya hubungan seks anal, di mana cairan tubuh, darah, air mani atau secret vagina paling mungkin dipertukarkan, adalah satu-satunya cara yang 100% efektif untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seks.  Kondom dapat menurunkan risiko penularan tetapi tidak menghilangkan sama sekali kemungkinan penularan.  Hindari pemakaian narkoba suntik dan saling berbagi jarum suntik.  Diskusikan dengan petugas kesehatan tindakan kewaspadaan yang harus dilakukan untuk mencegah penularan HIV, terutama saat harus menerima transfusi darah maupun produk darah.

Tipe: Viral
Cara Penularan: Hubungan seksual vaginal, anal atau oral.
Gejala-gejala: Tonjolan yang tidak sakit, kutil yang menyerupai bunga kol tumbuh di dalam atau pada kelamin, anus dan tenggorokan.
Pengobatan: Tidak ada pengobatan untuk penyakit ini.  Kutil dapat dihilangkan dengan cara-cara kimia, pembekuan, terapi laser atau bedah.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi: HPV adalah virus yang menyebabkan kutil kelamin.  Beberapa strains dari virus ini berhubungan kuat dengan kanker serviks sebagaimana halnya juga dengan kanker vulva, vagina, penis dan anus.  Pada kenyataannya 90% penyebab kanker serviks adalah virus HPV.  Kanker serviks ini menyebabkan kematian 5.000 perempuan Amerika setiap tahunnya.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Pada bayi-bayi yang terinfeksi virus ini pada proses persalinan dapat tumbuh kutil pada tenggorokannya yang dapat menyumbat jalan nafas sehingga kutil tersebut harus dikeluarkan.
Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan.  Kondom hampir tidak berfungsi sama sekali dalam mencegah penularan virus ini melalui hubungan seks.
Tipe: Bakterial
Cara Penularan: Cara penularan yang paling umum adalah hubungan seks vaginal, anal atau oral.  Namun, penyakit ini juga dapat ditularkan melalui hubungan non-seksual jika ulkus atau lapisan mukosa yang disebabkan oleh sifilis kontak dengan lapisan kulit yang tidak utuh dengan orang yang tidak terinfeksi.
Gejala-gejala: Pada fase awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau "chancres" yang biasanya muncul di daerah kelamin tetapi dapat juga muncul di bagian tubuh yang lain, jika tidak diobati penyakit akan berkembang ke fase berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka pada tenggorokan, rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh.
Pengobatan: Penyakit ini dapat diobati dengan penisilin; namun, kerusakan pada organ tubuh yang telah terjadi tidak dapat diperbaiki.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi: Jika tidak diobati, sifilis dapat menyebabkan kerusakan serius pada hati, otak, mata, sistem saraf, tulang dan sendi dan dapat menyebabkan kematian.  Seorang yang sedang menderita sifilis aktif risikonya untuk terinfeksi HIV jika terpapar virus tersebut akan meningkat karena luka (chancres) merupakan pintu masuk bagi virus HIV.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Jika tidak diobati, seorang ibu hamil yang terinfeksi sifilis akan menularkan penyakit tersebut pada janin yang dikandungnya.  Janin meninggal di dalam dan meninggal pada periode neonatus terjadi pada sekitar 25% dari kasus-kasus ini.  40-70% melahirkan bayi dengan sifilis aktif.  Jika tidak terdeteksi, kerusakan dapat terjadi pada jantung, otak dan mata bayi.
Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan sifilis melalui hubungan seksual.  Kondom dapat mengurangi tetapi tidak menghilangkan risiko tertular penyakit ini melalui hubungan seks.  Masih ada kemungkinan tertular sifilis walaupun memakai kondom yaitu melalui luka yang ada di daerah kelamin.  Usaha untuk mencegah kontak non-seksual dengan luka, ruam atau lapisan bermukosa karena adanya sifilis juga perlu dilakukan.
Tipe: Disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis.
Prevalensi: Trikomoniasis adalah PMS yang dapat diobati yang paling banyak terjadi pada perempuan muda dan aktif seksual.  Diperkirakan, 5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan laki-laki.
Cara Penularan: Trikomoniasis menular melalui kontak seksual. Trichomonas vaginalis dapat bertahan hidup pada benda-benda seperti baju-baju yang dicuci, dan dapat menular dengan pinjam meminjam pakaian tersebut.
Gejala-gejala: Pada perempuan biasa terjadi keputihan yang banyak, berbusa, dan berwarna kuning-hijau.  Kesulitan atau rasa sakit pada saat buang air kecil dan atau saat berhubungan seksual juga sering terjadi.  Mungkin terdapat juga nyeri vagina dan gatal atau mungkin tidak ada gejala sama sekali.  Pada laki-laki mungkin akan terjadi radang pada saluran kencing, kelenjar, atau kulup dan/atau luka pada penis, namun pada laki-laki umumnya tidak ada gejala.
Pengobatan: Penyakit ini dapat disembuhkan.  Pasangan seks juga harus diobati.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Orang yang Terinfeksi: Radang pada alat kelamin pada perempuan yang terinfeksi trikomoniasis mungkin juga akan meningkatkan risiko untuk terinfeksi HIV jika terpapar dengan virus tersebut.  Adanya trikomoniasis pada perempuan yang juga terinfeksi HIV akan meningkatkan risiko penularan HIV pada pasangan seksualnya.
Konsekuensi yang Mungkin Terjadi pada Janin dan Bayi: Trikomoniasis pada perempuan hamil dapat menyebabkan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur.
Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satu cara pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan trikomoniasis melalui hubungan seksual.  Kondon dan berbagai metode penghalang sejenis yang lain dapat mengurangi tetapi tidak menghilangkan risiko untuk tertular penyakit ini melalui hubungan seks.  Hindari untuk saling pinjam meminjam handuk atau pakaian dengan orang lain untuk mencegah penularan non-seksual dari penyakit ini.

D.  Pencegahan IMS
Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan IMS adalah untuk menghindari kontak dari bagian tubuh atau cairan yang dapat menyebabkan untuk mentransfer dengan pasangan yang terinfeksi. Ada kontak meminimalkan risiko. Tidak semua aktivitas seksual melibatkan kontak: cybersex, phonesex atau masturbasi dari kejauhan metode untuk menghindari kontak. Penggunaan yang tepat dari kondom mengurangi kontak dan risiko.
Idealnya, kedua pasangan sebaiknya dites IMS sebelum memulai kontak seksual, atau sebelum melanjutkan kontak jika pasangan terlibat dalam kontak dengan orang lain. Banyak infeksi yang tidak terdeteksi segera setelah terkena, sehingga cukup waktu harus diperbolehkan antara eksposur mungkin dan pengujian untuk tes yang akan akurat. IMS tertentu, virus persisten khususnya tertentu seperti HPV, mungkin mustahil untuk mendeteksi dengan prosedur medis saat ini.
Banyak penyakit yang membangun infeksi permanen sehingga dapat menempati sistem kekebalan bahwa penyakit lain menjadi lebih mudah menular. Sistem kekebalan tubuh bawaan yang dipimpin oleh defensin melawan HIV dapat mencegah penularan HIV ketika jumlah virus yang sangat rendah, namun jika sibuk dengan virus lain atau kewalahan, HIV dapat membangun dirinya. IMS virus tertentu juga sangat meningkatkan risiko kematian bagi pasien terinfeksi HIV.

Vaksin

Vaksin yang tersedia yang melindungi terhadap beberapa IMS virus, seperti Hepatitis B dan beberapa jenis HPV. Vaksinasi sebelum memulai kontak seksual disarankan untuk menjamin perlindungan maksimal.

Kondom

Kondom hanya memberikan perlindungan bila digunakan dengan benar sebagai penghalang, dan hanya ke dan dari daerah yang mencakup. ''Terbongkar daerah masih rentan terhadap PMS''banyak. Dalam kasus HIV, rute penularan HIV secara seksual hampir selalu melibatkan penis, karena HIV tidak dapat menyebar melalui kulit tak terputus, sehingga''benar melindungi penis insertif dengan kondom benar dipakai dari vagina dan anus efektif berhenti penularan HIV''. Sebuah cairan yang terinfeksi untuk kulit rusak ditanggung penularan HIV langsung tidak akan dianggap "menular seksual", tapi masih bisa secara teoritis terjadi selama kontak seksual, hal ini dapat dihindari hanya dengan tidak terlibat dalam hubungan seksual saat mengalami luka pendarahan terbuka. PMS lain, bahkan infeksi virus, dapat dicegah dengan penggunaan kondom lateks sebagai penghalang. Beberapa mikroorganisme dan virus cukup kecil untuk melewati pori-pori dalam kondom kulit alami, tetapi masih terlalu besar untuk melewati kondom lateks.
Kondom dibuat, diuji, dan diproduksi untuk tidak pernah gagal jika digunakan dengan benar. Belum ada satu kasus didokumentasikan dari penularan HIV karena adanya kondom benar diproduksi
Penggunaan yang tepat mencakup:
  • Tidak menempatkan kondom pada terlalu ketat di akhir, dan meninggalkan 1,5 cm (3 / 4 inci) kamar di ujung untuk ejakulasi. Menempatkan kondom pada nyaman dapat dan sering mengakibatkan kegagalan.
  • Memakai kondom terlalu longgar bisa mengalahkan penghalang.
  • Menghindari pembalik, menumpahkan kondom sekali dipakai, apakah itu telah ejakulasi di dalamnya atau tidak, bahkan untuk satu detik.
  • Menghindari kondom terbuat dari bahan lateks atau selain polyurethane, karena mereka tidak melindungi terhadap HIV.
  • Menghindari penggunaan pelumas berbasis minyak (atau apapun dengan minyak di dalamnya) dengan kondom lateks, minyak bisa makan lubang ke dalamnya.
  • Menggunakan kondom rasa untuk seks oral saja, sebagai gula dalam penyedap dapat menyebabkan infeksi ragi jika digunakan untuk menembus.
Tidak mengikuti lima panduan pertama di atas melanggengkan kesalahpahaman umum bahwa kondom tidak diuji atau dirancang dengan baik.
Dalam rangka untuk terbaik melindungi diri sendiri dan pasangan dari IMS, kondom tua dan isinya harus dianggap masih menular. Oleh karena itu kondom lama harus dibuang dengan benar. Sebuah kondom baru harus digunakan untuk setiap melakukan hubungan, seperti penggunaan beberapa meningkatkan kemungkinan kerusakan, mengalahkan tujuan utama sebagai penghalang.

Nonoxynol-9

Nonoxynol-9 mikrobisida vagina diharapkan untuk menurunkan tingkat PMS. Namun Ujian telah menemukan tidak efektif.
E.  Penanganan
Untuk menangani nyeri atau rasa sakit akibat PMS obat yang biasa digunakan adalah ibuprofen dan asetaminofen. Melakukan gaya hidup sehat termasuk berolahraga dan diet rendah lemak juga dapat mengurangi gejala PMS. Beberapa perempuan mungkin akan menggunakan kontrasepsi oral untuk mengurangi gejala PMS. Dengan memahami gejala-gejala PMS tersebut, diharapkan para perempuan yang menderita karenanya akan lebih baik dalam memahami dan melakukan penanganan yangs sesuai dengan kondisi mereka. Jika mengalami gejala PMS parah dan sangat mengganggu sebaiknya berkonsultasi dengan dokter mendapatkan penanganan yang tepat.
Contoh Kasus
Kasus AIDS ( Penyakit menular seksual ) pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 1987, yang menimpa seorang warga negara asing di Bali. Tahun berikutnya mulai dilaporkan adanya kasus di beberapa provinsi. Sampai akhir September 2003 tercatat ada 1.239 kasus AIDS dan 2.685 kasus HIV. Para ahli memperkirakan bahwa hingga saat ini terdapat antara 90.000–130.000 orang Indonesia yang hidup dengan HIV . Sehingga dengan menggunakan perhi- tungan angka kelahiran sebesar 2,5 persen, diperki- rakan terdapat 2.250–3.250 bayi yang mempunyai risiko terlahir dengan infeksi HIV. Pola penyebaran infeksi yang umum terjadi adalah melalui hubungan seksual, kemudian diikuti dengan penularan melalui penggunaan napza suntik
1.      Pengguna napza suntik. Berdasarkan kasus yang terlaporkan, jumlah kasus AIDS di Indonesia sejak 1987 sampai 2002 terus meningkat, menyerang semua kelompok umur khususnya remaja serta kelompok usia produktif. Data pengawasan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta menunjukkan adanya kenaikan infeksi HIV pada pengguna napza suntik dari 15 persen pada 1999 menjadi 47,9 persen pada 2002.
2.      AKI di negara lain. AKI di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara negara anggota ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas Pekerja seks dan kelompok berisiko. Industri seks diperkirakan melibatkan 150.000 pekerja seks komersial wanita. Penderita HIV pada wanita berisiko tinggi ini cukup tinggi. Di Merauke, misalnya, 26,5 persen pekerja seks komersial wanita telah terinfeksi HIV.
Infeksi ini juga terjadi cukup tinggi pada lembaga pemasyarakatan. Di salah satu lembaga pemasyarakatan di Jakarta, misalnya, 22 persen narapidana telah terinfeksi HIV. Penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir dilakukan oleh sekitar 41 persen pekerja seks komersial. Diperkirakan ada 7–10 juta pelangan seks pria di Indonesia, namun survei di tiga kota menunjukkan hanya sekitar 10 persen dari pelanggan yang menggunakan kondom secara konsisten untuk melindungi dirinya dari risiko penularan saat melakukan transaksi seks secara komersial. Survei lainnya di 13 provinsi pada pekerja seks komersial menunjukkan bahwa penggunaan kondom pada hubungan seks seminggu terakhir antara 18,9 persen di Karawang dan 88,4 persen di Merauke.
3.      Penggunaan kondom pada contraceptive prevalence rate. Data Susenas menunjukkan bahwa penggunaan kondom sebagai alat KB (yaitu pada contraceptive prevalence rate) pada wanita menikah usia subur (15–49 tahun) sangat rendah, yaitu 0,4 persen pada 2002, tetap di bawah satu persen sejak 1994 .
Pengetahuan tentang HIV/AIDS. Persentase anak muda usia 15–24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS. Pada 2002-2003, 65,8 persen wanita dan 79,4 persen pria usia 15–24 tahun telah mendengar tentang HIV/AIDS.
4.      Pada wanita usia subur usia 15–49 tahun, sebagian besar (62,4 persen) telah mendengar HIV/AIDS, tapi hanya 20,7 persen yang mengetahui bahwa menggunakan kondom setiap berhubungan seksual dapat mencegah penularan HIV/AIDS, dan 28,5 persen mengetahui bahwa orang sehat dapat terinfeksi HIV/AIDS.7 Sebuah penelitian pada 2002 menunjukkan bahwa 38,4 persen dari pelajar sekolah menengah atas usia 15–19 di Jakarta secara benar menunjukkan cara mencegah penularan HIV dan menolak konsepsi yang salah tentang penularan HIV. Penelitian lain di Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan NTT menunjukkan bahwa 93,3 persen anak muda usia 15–24 tahun mengetahui bahwa HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual, tapi hanya 35 persen yang mengetahui bahwa penggunaan jarum suntik bersama dapat menularkan HIV dan 15,2 persen masih percaya bahwa kontak sosial biasa juga dapat menularkan HIV.
5.      Wanita hamil dan bayinya. Penelitian terhadap prevalensi HIV pada ibu hamil di beberapa tempat di Provinsi Riau pada 1998 sampai 1999 menunjukkan bahwa 0,35 persen ibu hamil telah terinfeksi HIV.